Gue
sengaja gak bikin cerita-cerita mengenai ulangan umum karena gue udah muak sama
yang namanya ulangan umum. Sekarang gue butuh kegiatan-kegiatan ringan untuk
bersantai. Jadi maaf-maaf saja kalo ada yang menunggu tulisan tentang ulangan
umum saya. Sekarang, kita mulai aja cerita gue sehabis ulangan umum.
Setelah semua perjuangan pada
ulangan umum berakhir, gue masih punya satu project
yaitu ikut lomba mading yang
diadakan oleh IBL (Indonesia Business Link) dan Danone Aqua. Kali ini, mereka
mengambil tema “Gemar Mengelola Sampah”.
Gue dan temen gue (Tata) adalah dua orang yang dipilih untuk mengikuti
workshop pra pelaksanaan lomba. Workshop mading ini dilaksanakan sebelum
ulangan umum. So, after the exam was
over, the show must go on. Gue
sengaja memilih tim jurnalistik gue pas SMP karena gue udah tau kualitas
tulisan serta karakter mereka masing-masing. Harapannya, gue dan tim bisa
dengan cepat dan mudah menyelesaikan project
mading ini. Kenapa? Jujur sekolah-sekolah lain punya waktu sekitar 2
mingguan untuk menyelesaikan lomba ini, tapi SMA CC cuma punya waktu 3 hari.
Bayangin, kalo gue ga pinter-pinter milih anggota, atau gue egois cuma mau
milih temen-temen deket gue, gue jamin CC bakal kalah. Gue mencoba membuang
semua keegoisan gue.
Gue memilih untuk membagi tim
menjadi 2, yaitu tim desain dan tim penulisan. Untuk tim desain diisi oleh 3
orang yang di pimpin oleh Hansen Alby Valen sebagai creator dari desain mading ini. Lainnya, ada Stefanus William dan
Aditya Pratama. Sementara untung tim penulisan, ada gue sendiri, Bernadino,
Vincentius Edwin, Eduardus Adistira dan Dave Sebastian. Sementara Tata
bertindak sebagai ketua umum.
Sebenernya, gila juga sih ya gue dan
temen-temen berani ambil job ini. Bayangin, gue gatau persiapan sekolah lain
yang sekitar 2 mingguan itu dibandingin dengan tim gue yang punya waktu cuma 3
hari. Alhasil, terjadi banyak konflik disini. Gue yang tadi bener-bener ga mood
nulis, gak ada ide sama sekali yang mengalir dipikiran gue. Ditambah Hansen dan tim penulisan yang ribut
masalah layout madingnya.
Tapi ditengah-tengah konflik itu,
muncul seorang penyelamat. Ibarat air di tengah padang gurun, pelita di tengah
kegelapan, dialah yang menjadi pembawa damai diantara kami semua. Dia adalah
William. Luar biasa, dia bisa dengan sabar membujuk kami semua sehingga
semuanya akur lagi. Gue gatau dia pake trik apa tapi yang jelas hasilnya sangat
berhasil. Kami semua kerja lagi dengan serius pada akhirnya.
Nah, disini gue belajar dari dia
bahwa untuk berdamai dengan diri sendiri dan orang lain, hanya dibutuhkan
sebuah kesabaran. Kesabaran berawal dari ketenangan batin dan ketenangan batin
berawal dari hati nurani. Maukah teman-teman belajar mengasah hati nurani
teman-teman untuk memperoleh kedamaian diri?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar