Jumat, 14 Desember 2012

SCHOOL LIFE - Just Need A Patience


                Gue sengaja gak bikin cerita-cerita mengenai ulangan umum karena gue udah muak sama yang namanya ulangan umum. Sekarang gue butuh kegiatan-kegiatan ringan untuk bersantai. Jadi maaf-maaf saja kalo ada yang menunggu tulisan tentang ulangan umum saya. Sekarang, kita mulai aja cerita gue sehabis ulangan umum.

Setelah semua perjuangan pada ulangan umum berakhir, gue masih punya satu project  yaitu ikut lomba mading yang diadakan oleh IBL (Indonesia Business Link) dan Danone Aqua. Kali ini, mereka mengambil tema “Gemar Mengelola Sampah”.  Gue dan temen gue (Tata) adalah dua orang yang dipilih untuk mengikuti workshop pra pelaksanaan lomba. Workshop mading ini dilaksanakan sebelum ulangan umum. So, after the exam was over, the show must go on.  Gue sengaja memilih tim jurnalistik gue pas SMP karena gue udah tau kualitas tulisan serta karakter mereka masing-masing. Harapannya, gue dan tim bisa dengan cepat dan mudah menyelesaikan project mading ini. Kenapa? Jujur sekolah-sekolah lain punya waktu sekitar 2 mingguan untuk menyelesaikan lomba ini, tapi SMA CC cuma punya waktu 3 hari. Bayangin, kalo gue ga pinter-pinter milih anggota, atau gue egois cuma mau milih temen-temen deket gue, gue jamin CC bakal kalah. Gue mencoba membuang semua keegoisan gue.

Gue memilih untuk membagi tim menjadi 2, yaitu tim desain dan tim penulisan. Untuk tim desain diisi oleh 3 orang yang di pimpin oleh Hansen Alby Valen sebagai creator dari desain mading ini. Lainnya, ada Stefanus William dan Aditya Pratama. Sementara untung tim penulisan, ada gue sendiri, Bernadino, Vincentius Edwin, Eduardus Adistira dan Dave Sebastian. Sementara Tata bertindak sebagai ketua umum.

Sebenernya, gila juga sih ya gue dan temen-temen berani ambil job ini. Bayangin, gue gatau persiapan sekolah lain yang sekitar 2 mingguan itu dibandingin dengan tim gue yang punya waktu cuma 3 hari. Alhasil, terjadi banyak konflik disini. Gue yang tadi bener-bener ga mood nulis, gak ada ide sama sekali yang mengalir dipikiran gue.  Ditambah Hansen dan tim penulisan yang ribut masalah layout madingnya.

Tapi ditengah-tengah konflik itu, muncul seorang penyelamat. Ibarat air di tengah padang gurun, pelita di tengah kegelapan, dialah yang menjadi pembawa damai diantara kami semua. Dia adalah William. Luar biasa, dia bisa dengan sabar membujuk kami semua sehingga semuanya akur lagi. Gue gatau dia pake trik apa tapi yang jelas hasilnya sangat berhasil. Kami semua kerja lagi dengan serius pada akhirnya.

Nah, disini gue belajar dari dia bahwa untuk berdamai dengan diri sendiri dan orang lain, hanya dibutuhkan sebuah kesabaran. Kesabaran berawal dari ketenangan batin dan ketenangan batin berawal dari hati nurani. Maukah teman-teman belajar mengasah hati nurani teman-teman untuk memperoleh kedamaian diri? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar