Minggu, 03 Mei 2015

Catatan Pra Kuliah : Untuk Perempuan Berkaus Merah Muda

Waktu tak akan pernah berlalu dengan sia-sia. Tetapi kita bisa menyia-nyiakan waktu. Ada sebuah masa dimana manusia mampu bangkit dan tenggelam dalam warna-warna kehidupan. Tenggelam, menuai rasa sakit, yang kadang tidak terperi. Bangkit, oleh sebuah harapan yang pantas diperjuangkan. 

Cinta itu adalah representasi dari hati yang dituangkan dalam gelombang transversal. Lewat gurun, lembah, gunung, bukit, dan samudra, serta berjuta kelokan yang entah tak jelas garis batasnya, kita semua terus berlari. Lari dari apa? Kadang kita pun tidak bisa mendefinisikan sesuatu yang mengejar kita. Atau, lari untuk apa? Kita pun sulit mendefinisikan untuk apa kita berlari. Setidaknya, janganlah lari dari kenyataan. 

Hidup itu layaknya DAS. Ada yang dendritik, pinnate, annular, radial. Tergantung, tergantung dari topografi yang ada, tergantung dari latar belakang kisah kita, dan tergantung dari kemauan kita untuk membentuk pemikiran kita. Dendritik, ketika kita menyukai petualangan, ingin tahu banyak hal. Maka ada ribuan, bahkan jutaan pilihan atas cabang yang menunggu kita. Tetapi, tidak semua aliran bermuara baik, bukan? 

Untuk sahabatku yang sedang dalam permenungan. Lewat fajar kita berharap, lewat senja kita berefleksi. Dan esok pagi, kita masih bisa melihat fajar yang sama. Dan semua itu terus berulang hingga akhir hayat. Ada jutaan ikan di lautan, ada siklus yang mengawali dan mengakhiri kehidupan terumbu karang. Ada miliaran pria di dunia ini, tetapi toh, hanya satu yang akan kau bawa pulang, bukan? Kalau kita sudah tahu akhirnya, buat apa kita terus menerus merenungkan hal yang sudah jelas? Atau mungkin ingin lihat prosesnya? Proses bukanlah tujuan, melainkan pembelajaran untuk mencapai tujuan itu. Samudra Pasifik hanya berjarak sepelemparan batu. Ya, 6.812 mil hanyalah jarak fisik. Tapi ada jarak hati, dan jika memang sudah digariskan, Mars dan Bumi pun hanya selangkah kaki. 

4 komentar: