Teriakan-teriakan itulah yang saya dengar karena terus didengungkan oleh tim Komdis OPK FEB UI 2015 (Komisi Disiplin Orientasi Pengenalan Kampus Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia). Sebagai seorang Maba (Mahasiswa Baru), tentunya saya harus mengikuti instruksi dari mereka. Kalau tidak, tentu teriakan yang lebih keras harus saya tanggung sebagai konsekuensi atas tindakan penyelewengan tersebut.
Tetapi tunggu dulu...
Ada sebuah keganjilan disini. Ada sebuah ambiguitas yang sering tidak kita sadari sepenuhnya. Kata "susul" apabila kita telaah lebih dalam, ternyata memiliki dua arti. Kata "susul" memiliki arti: mengejar yang ada di depannya. "Susul" juga berarti mengikuti yang sudah terlebih dahulu di depannya. Tidak salah memang, tetapi mungkin bagi sebagian orang, konsep yang tertanam didalam kepala mereka adalah pengertian yang kedua. Tentu kita sering mendengar para sopir angkot "menyusul" mobil yang di depannya. Ataupun juga, "susul" bisa berarti datang kemudian. Tentu kita sering mendengar kata-kata "Saya menyusul nanti ya". Artinya, konteks penggunaan bahasa disini masih bisa dipertanyakan.
Sebagai anggota dari salah satu universitas (yang katanya) terbaik di Indonesia, terkadang kita masih kurang memahami dengan sungguh, dan mengaplikasikan dengan serius penggunaan bahasa di lingkungan kampus. Terlebih lagi, kata-kata tersebut keluar dari mulut para Komdis yang notabene bertugas untuk "mendisiplinkan" para maba.
Dalam hemat saya, masih ada kata-kata lain yang bisa digunakan untuk menginstruksikan maba yang terdengar lebih pas, seperti "Rapatkan barisannya, dik!", dan "Maju dik!". Memang hal semacam ini terkesan sebagai hal yang remeh-temeh. Tetapi bagi saya, proses pendidikan adalah proses pencarian kebenaran, dan kebenaran bukanlah sesuatu yang penuh ambiguitas. Terkadang, kita suka melupakan hal-hal sederhana semacam ini. Tidak hanya zaman sekarang, tetapi dari beberapa dekade yang lalu, perihal bahasa adalah perihal yang suka diremehkan. Menurut J. Drost, SJ (2006:27), "Di Indonesia, cara kita menangani proses penerimaan mahasiswa sama sekali lain dan tidak memperhatikan aspek itu (bahasa-red).
Pendidikan humaniora menjadi alasan fundamental mengapa penggunaan Bahasa Indonesia terkesan tidak begitu dipentingkan. Saya pun masih sering menggunakan Bahasa Indonesia dengan salah tanpa mengetahui letak kesalahan dan tanpa menyadari bahwa saya melakukan hal yang salah. Menurut J.Drost, SJ (2006:28), "Bahasa Indonesia untuk calon intelektual kita(mahasiswa-red) bukan merupakan sarana humaniora." Penggunaan bahasa di lingkungan perguruan tinggi yang masih salah, apalagi di salah satu universitas (yang katanya) terbaik di Indonesia menjadi refleksi bersama bagi kita, apakah kita sebagai mahasiswa Universitas Indonesia sudah layak menyandang sebutan "mahasiswa terbaik di Indonesia"? Masihkah juga kita layak berbangga menyebut Universitas Indonesia sebagai universitas terbaik di Indonesia, jika fenomena semacam ini masih sering terjadi dan masih dijadikan hal yang biasa?
Tentunya tulisan ini hanyalah gambaran satu dari sekian banyak kasus yang terjadi di lingkungan Universitas Indonesia. Ada kasus-kasus lain yang lebih parah, ada juga yang lebih ringan terkait penggunaan bahasa. Tulisan ini juga bukanlah sebuah tulisan akademik yang disusun secara ilmiah. Tulisan ini juga bukan bertujuan untuk menyerang satu-dua pihak yang berada dan bertanggung jawab terhadap permasalahan ini di lingkungan Universitas Indonesia. Tetapi yang saya harapkan, semoga tulisan ini menjadi refleksi kita bersama agar tidak terlalu menjadikan diri tinggi hati menjadi bagian dari warga Universitas Indonesia, karena toh, mempertahankan kedaulatan berbicara di negeri sendiri pun kita belum becus.
Semoga...
Referensi:
- J. Drost, SJ. 2005. Dari KBK Sampai MBS: Esai-esai Pendidikan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas
- http://kbbi.web.id/susul diakses pada 28 Agustus 2015, 16.15 WIB
menurut gw lebih pas "susul" daripada "maju" atau "rapat"
BalasHapusposisikan kembali diri lo jadi maba, diteriakin buat "maju". apa yang akan lo lakukan?
sama halnya dengan "rapatkan", apa yang akan lo lakukan saat diteriaki itu?