Sepi
Perlahan-lahan, sinar surya pun mengintip malu-malu dari ufuk timur dan goresan cakrawala.
Pagi merekah ketika burung-burung mulai mengepakkan sayap-sayapnya diatas hamparan sawah nan megah.
Kesunyian desa pun perlahan terpecah oleh deru sepeda motor yang melintas di jalan setapak nan berbatu.
Aku berdiri di dipan menatap hamparan padi yang mulai menguning sambil berpikir tentang hari itu.
Tetapi hari itu tak lagi sama seperti hari-hari sebelumnya.
Aku hanya bisa pasrah, menerima sambil sekaligus melepas.
Tetapi ini bukanlah anganku, bukan mimpi dan citaku.
Putihnya salju yang membalut kereta peluru itu tak mungkin dapat kuraih lagi saat ini.
Pasrah menerima kenyataan, bersyukur atas segala nikmat adalah dua tembok besar yang membatasi indahnya hidupku.
Tidak Laut Cina Selatan, maupun Laut Jepang yang akan menyambut setiap pagiku.
Juga bukan deretan hanzi ataupun kana yang akan mewarnai lidahku di masa-masa kuliah ini.
Bukan Hong Kong, maupun Jepang yang akan menjadi pijakan hidupku selanjutnya
Aku hanyalah seorang manusia yang terdampar di sebuah lubang takdir.
Aku hanyalah seorang pengelana, pengejar mimpi, meskipun mimpi itu tak kunjung berubah jadi nyata.
Aku, hanyalah seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia
Dan dari Desa Darawolong ini, jiwaku kuhempaskan.
Karawang Timur, 18 September 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar