Minggu, 22 Maret 2015

Catatan Awal Ramadhan: "Minumnya di Dalam Saja, Ya..."

Minggu (29/6/2014) - Hari ini merupakan hari pertama bagi umat Muslim menjalankan ibadah puasa. Jakarta sebagai kota yang terkenal dengan pluralisme dan toleransinya menyimpan sejuta kisah untuk diceritakan. Salah satunya adalah pengalaman yang kualami pada hari ini.

Siang itu, udara di daerah Pademangan, Jakarta Utara cukup terik. Misa hari minggu baru saja usai. Aku beserta keempat rekanku memutuskan untuk membeli jus buah di belakang area Gereja. Dengan penuh sukacita karena bisa berkumpul untuk misa bersama teman-teman, kami berjalan menuju lokasi jus buah itu. Jaraknya kira-kira 50 meter dari pintu gerbang belakang Gereja Santo Alfonsus Rodriguez. 

Seperti layaknya anak remaja, kami saling berbagi cerita, melempar canda dan tawa sambil asyik menunggu pesanan jus buah. Aku memesan jus alpukat, dan teman-temanku memesan jus mangga serta belimbing. Tak lama setelah itu, selesailah satu gelas jus mangga. Sambil asyik mengobrol, dia mengambil jus tersebut dan menusukkan sedotan, lalu menyerusupnya di tengah terik matahari siang yang menyengat. Ahh.. sungguh segar......

Kemudian secara beruntun, selesai pula lah jus-jus lainnya, dan kami pun tak sabar untuk segera menghabiskannya. Satu-dua teguk pertama begitu terasa nikmat. Kemudian, muncullah seorang pastur yang tadi memimpin misa. Beliau berjalan keluar dari gerbang gereja menuju ke arah kami. Jelas beliau mengenal kami dan kami mengenal beliau karena tadi seusai misa kami sempat saling berbincang. 

Dengan penuh sukacita, kami pun menyapa beliau, "Siang Mo..., mau kemana?". Lalu sang pastur pun menjawab dengan tersenyum, "Mau kearah sana. Hari ini, hari pertama puasa bukan?", tanyanya setengah menyindir. "Nah, kalian jangan minum di tempat umum seperti ini, apalagi di tengah jalan dan di tengah teriknya matahari. Minumnya di dalam saja, ya... (sambil menunjuk ke arah gerbang Gereja). Tidak enak bukan apabila dilihat oleh saudara-saudara kita yang sedang menjalankan ibadah puasa." Sontak hatiku pun tergelitik. Perbuatan yang tidak kami sadari itu ternyata bisa mengganggu kenyamanan orang lain. 

Kita, terutama umat kristen ataupun umat agama minoritas lainnya seringkali mengeluh karena tingginya sikap intoleransi. Kita seringkali mengeluh karena merasa kurang diperhatikan, sering dirugikan, dan tertekan sebagai minoritas. Kita juga sering menuntut agar sebagai minoritas, lebih diperhatikan. Tetapi terkadang, kita kurang sadar pentingnya untuk juga menghargai orang lain. Dan yang lebih pelik lagi, kita sering menggembar-gemborkan kampanye untuk melawan tindakan intoleransi agama. Kita hanya memahami kulit luarnya, memahami teorinya, tetapi terkadang lupa akan esensinya yaitu praktek di kehidupan nyata. 

Sebuah pengalaman sederhana ini mengingatkan kita akan sulitnya menghormati dan menghargai orang lain. Tindakan-tindakan yang tidak disengaja, tidak disadari, seringkali terjadi. Dan hal-hal kecil semacam inilah yang memicu timbulnya gesekan-gesekan antar umat beragama. 

Kami berlima pun memutuskan untuk kembali memasukkan minuman kami ke dalam kantong plastik, berjalan menuju area Gereja, kemudian melanjutkan untuk menikmati jus buah kami. Sementara aku, hanya bisa termenung, dan kata-kata pastur itu terus terngiang-ngiang di kepalaku. 

"Minumnya di dalam saja, ya..."

1 komentar:

  1. selamat ya buat Leo, Widi dan Bimo sebagai juara 2 di OIC, yang pasti ketiga tim di grand final OIC kemarin adalah juara.
    btw, tulisan-tulisan di blog ini bagus. terutama tulisan yg ini, gatau kenapa saya sebagai muslim terharu membacanya hehe
    sukses ya buat kamu, Bimo, Widi dan semua kanisian.

    BalasHapus