Hari itu (26/9/2014), aku bersama seorang sahabatku berniat untuk pergi ke salah satu kantor di kawasan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Kami berniat untuk meminta informasi terkait dengan persiapan tes IELTS untuk perguruan tinggi. Pukul 13.30 kami berdua berangkat menuju ke kawasan tersebut dengan menumpang Kopaja P20. Sesampainya disana, kami lalu menghabiskan waktu hingga pukul 15.
Seleseai dengan urusan informasi, kami memutuskan untuk makan di daerah tersebut. Karena kami berada di kawasan perkantoran dan tidak ada kios makanan kaki lima yang ada di sekitar tempat itu, maka kami harus berjalan sekitar 5 menit untuk menuju ke salah satu sentra penjual makanan kaki lima. Ada berbagai macam pilihan mulai dari soto hingga hik solo. Tetapi akhirnya kami pun memutuskan untuk makan di salah satu kios ayam bakar. Akhirnya, kami pun memesan dua porsi ayam bakar kecap dengan minum es teh manis.
Ketika kami sedang asyik berbincang, tiba-tiba datang seorang pemuda yang menjajakan sendal dan sepatu. Kami pun menolak dengan halus tawaran beliau untuk membeli karena memang kami sedang tidak butuh untuk membeli sepatu maupun sendal. Sekali menolak, beliau tetap menawarkan produknya. Aku pun mulai kesal karena sampai penolakan yang ketiga, pemuda ini tetap mengeluarkan segala jenis barang dagangannya sambil mempromosikan berbagai jenis sepatu dan sendal.
Ah, aku pun kesal dengan sikap penjual ini. Ditambah lagi, kondisi kepalaku yang sedang mumet dan badanku yang lelah, aku pun meminta penjual sepatu dan sendal ini untuk pergi meninggalkan kami dengan nada yang agak meninggi. Si penjual itu pun juga ikutan kesal dan dengan cepat segera membereskan barang dagangannyya, lalu bersiap pergi meninggalkan kami.
Ketika sang pemuda itu hampir pergi meninggalkan kedai ayam bakar tersebut, si mbok penjual ayam bakar tiba-tiba memanggil pemuda tersebut. Sontak sang pemuda segera mempercepat langkahnya karena mengira akan dimarahi oleh si mbok. Tetapi, sebuah keputusan nan mulia muncul dari tindakan si mbok.
Si mbok penjual ayam bakar memanggil pemuda penjual sepatu dan sendal itu. Beliau hendak memberikan segelas es teh manis untuk si pemuda yang tampak kehausan. Sang pemuda menolak karena merasa tidak enak karena telah mengganggu warungnya. Tetapi si mbok memanggil salah satu asistennya dan menyuruhnya untuk memberikan sebungkus es teh manis kepada pemuda penjual sepatu dan sendal itu.
Ketika sang pemuda menerima es teh manis pemberian si mbok penjual ayam bakar tersebut, raut muka si mbok berubah menjadi cerah dan berseri-seri. Sebungkus es teh manis sore itu telah melegakan dahaga jasmani sang penjual sepatu dan sendal keliling tersebut, tetapi tindakan si mbok yang penuh ketulusan telah melepaskan dahaga rohani aku dan sahabatku untuk saling berbagi kepada sesama manusia.
Aku, bersama sahabatku pun berjalan menyusuri sore di selatan Jakarta itu dengan insightdan inspirasi baru...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar