Minggu, 22 Maret 2015

Catatan Awal Tahun Ajaran : Ketika Aku (Harus) Belajar...

Sudah menjadi rutinitasku yang baru bahwa setiap akhir Minggu, aku harus menyambangi wilayah Kelapa Gading, Jakarta Utara untuk "mempersiapkan diri menyongsong masa depan" (baca: Les). Begitu pula akhir Minggu ku kali ini. Tanpa sengaja, aku bertemu dengan salah satu sahabatku yang sangat aktif dan pintar. Sayang, karena satu dua faktor, tahun lalu, dia harus tinggal kelas. Sebut saja nama sahabatku ini dengan sebutan Milo. 

Dulu, sewaktu masih bersama-sama di kelas 10 dan 11, aku cukup dekat dengan Milo. Bahkan, di hari pengumuman ketidak-naikkan kelas, aku masih berdua dengan beliau hingga sore hari. Meskipun aku berbeda jurusan dengan beliau, kami tetap menjalin persahabatan yang cukup erat. 

Hari ini, secara tidak sengaja, aku berjumpa dengan Milo di sebuah pusat perbelanjaan di kawasan Kelapa Gading. Kami pun memutuskan untuk duduk sejenak hendak berbincang-bincang. Namun kali ini, tak seperti biasa. Milo mengeluarkan beberapa lembar soal latihan Matematika, lalu setelah sedikit berbasa-basi mulai mengerjakan soal-soal itu. Ah, aku pun tak mau kalah. Ku keluarkan buku Akuntansi yang memang secara tidak sengaja masih tertinggal di dalam tasku. 10 menit berlalu, kami berdua masih asyik dengan pekerjaan masing-masing, 20 menit.., hingga 30 menit berlalu. Akhirnya aku membuka pembicaraan dengan beliau. 

"Mil, kok lu sekarang jadi rajin, sih?". "Ah, bisa aja lu. Tapi emang iya sih, setelah gue pikir-pikir, ternyata emang kebanyakan anak vete emang berubah jadi rajin. Gue pikir-pikir, ada untungnya juga gue vete. Sekarang, gue bisa mempersiapkan diri untuk menapaki jenjang perguruan tinggi dengan lebih matang. Sekarang, gue ikut les bahasa Jerman. Gue jadi lebih memahami sebenarnya apa sih mimpi-mimpi gue, kemana tujuan gue selanjutnya, dan bagaimana cara merealisasikannya. ", paparnya demikian.  Aku tertegun sejenak mendengar jawaban yang begitu bersemangat. Ada sebuah mimpi, ada sebuah asa dan harapan dibalik keterpurukkan. 

Ketika kulihat kembali kedalam diriku, aku memang beruntung tidak harus tinggal kelas seperti Milo, tetapi berbicara soal optimisme, soal mimpi, dan soal perencanaan kedepan, kuyakin, diriku belum tentu sematang beliau. Terkadang, aku masih sering tidak paham, mengapa aku harus di"bombardir" dengan berbagai macam les-lesan yang sering membuatku frustasi. Sudah disekolah harus menghadapi materi pelajaran yang tidak mudah, pulang sekolah masih saja di"hajar" dengan berbagai materi perguruan tinggi yang menyusahkan dan membuat kepala terasa pening. Tetapi justru disinilah tantangannya. Sejauh mana aku mau berjuang. Sejauh mana aku bisa bertahan. Sejauh mana aku mampu untuk terus belajar, dan harus terus belajar. Aku belajar, karena aku tahu alasan kenapa aku harus belajar.  

Mil, aku memang perlu belajar banyak hal dari dirimu. Meskipun banyak orang meremehkan kekuranganmu, kau tetap panutanku.  

"Jangan pernah meremehkan kekuatan seorang manusia, karena Tuhan sekalipun tidak pernah" -Donny Dhirgantoro-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar